Nostalgia: Semester Pertama di Tohoku University
Semester pertama di AMC, Tohoku-dai, semester pertama di Jepang. Semester pertama untuk mahasiswa Internasional di Tohoku University umumnya dimulai di awal bulan Oktober: Awal musim gugur. Ada jangka waktu sekitar 2 pekan sebelum perkuliahan dimulai yang diisi dengan orientasi, pengurusan dokumen kependudukan, bank, dan lain-lain. Selain itu, yang paling penting adalah mengetahui letak toko untuk membeli sembako, belajar memasak nasi, belajar menggunakan peralatan elektronik asrama, dan banyak penyesuaian lainnya. Termasuk suasana sepi, tidak ramai seperti di Indonesia.
Setidaknya ada beberapa tempat penting yang dikenalkan senior kepada kami: dua toko sayur dekat asrama dengan harga selalu miring, Seiyu (supermarket), Daiso (toko serba 100 yen), dan Donki (Donquijote). Untuk restoran, kami baru mencoba restoran keluarga Marsumatsu dan waralaba Saizeriya yang diketahui ada beberapa menu yang aman bagi muslim kala itu. Ya, sulit untuk bisa yakin suatu makanan itu aman, terlebih untuk pemula yang belum mengerti bahasa Jepang sama sekali.
Perkuliahan Dimulai
Diawali dengan hujan badai pada hari pertama dan libur.
Di semester pertama ini, setidaknya ada 4 mata kuliah setiap harinya (masing-masing 2 SKS dalam 90 menit). Artinya, setidaknya dari pukul 10 pagi sampai 6 sore, saya ada di kampus Kawauchi sedang mengambil kuliah; tidak jauh beda dengan anak SMA sehari penuh. Total SKS satu semester adalah 31 SKS. (Tenang saja, tidak dipaksa mengikuti organisasi atau unit kemahasiswaan–ups) Meski begitu, saya seringkali pergi ke sekitar kampus pukul 9 pagi dan pulang pada pukul 8 malam. Alasannya: Bus kampus gratis!
Bus
kampus gratis ini adalah suatu kemudahan dan kebahagiaan tersendiri untuk saya.
Selain tidak harus membiayai transportasi ke kampus (kisaran 400 yen
pulang-pergi), bus kampus juga adalah wahana mencari teman mengobrol.
Bagaimana tidak, mayoritas mahasiswa Indonesia tinggal di sekitar
asrama dan selalu menumpang bus kampus ini walaupun isinya sampai
seperti kaleng sarden. Akibatnya, tidak jarang saya disapa maupun
menyapa wajah-wajah yang terlihat sebangsa. Mahasiswa S1 dari
Indonesia tidak terlalu banyak. Namun, meskipun mahasiswa lain
terpaut usia yang cukup lebar tidak menjadikan keakraban warga
Indonesia Sendai terganggu di kala itu.
Bus kampus berhenti beroperasi di akhir semester pertama. Hmm, saya mungkin harus menulis nostalgia bus kampus satu blog tersendiri, haruskah?
Dengan bus kampus, saya sampai di kampus sedikit lebih awal untuk jajan kopi hangat dan segera ke kelas. Sementara itu, kuliah paling akhir, yaitu bahasa Jepang, berakhir pukul 6 sore kurang. Selesai kelas bahasa Jepang, saya biasa pergi ke perpustakaan, mengunjungi ‘penghuni’ perpustakaan–yang sudah seperti saudara sendiri, lalu mengerjakan tugas kuliah sambil menunggu ‘jemputan’ pada pukul 8 malam. Dengan pola ini, saya cukup jarang membawa-bawa tugas ke kamar asrama–alias selesai di perpus.
Oh
ya, kuliah saya meliputi pendidikan umum seperti kalkulus, kimia
fisikdasar,
fisika dasar, ekonomi, sejarah, dan lain-lainnya. Saya juga mengambil
kelas olahraga panahan Jepang atau Kyudo.
Khusus hari Rabu, saya harus berangkat ke kampus Katahira (dekat
stasiun Sendai) dari kampus Kawauchi untuk mengikuti sesi wali kelas
dan keliling laboratorium jurusan kimia. Untuk transfer antar kampus
bisa dengan menumpang shuttle
bus kampus.
Menikmati Musim Gugur
Untuk pertama kalinya, saya melihat pepohonan mewarnai daunnya sendiri ingin terlihat lebih mencolok daripada para evergreen. PPI Sendai mengadakan geotrack ke daerah perhutanan di Omoshiroyama. Pemandangannya bagus bukan main, meski kabarnya beruang juga biasa berkeliaran di sana. Hari itu saya salah kostum. Saya belum punya jaket tebal dan menggigil seiring hari gelap dan suhu turun dari belasan derajat ke titik anomali air. Ketika orang-orang menaiki tangga ke puncak Yamadera, saya malah menyantap soba di kedai bawah kuil. Soba terenak bahkan hingga hari ini, dimakan saat kelaparan dan kedinginan.
Ujian Pertengahan dan Tahun Baru
Ujian pertengahan dilangsungkan sekitar awal Desember. Setelahnya, kami dapat mencuci mata dengan lampu-lampu kota sepanjang jalan Jozenji dan diikuti liburan musim dingin (tahun baru). Perayaan tahun baru di Jepang bukan dengan kembang api, tetapi dengan perayaan bersama keluarga di rumah masing-masing. Setelahnya, mereka akan berdoa di kuil pada tanggal 1 Januari (hatsumode). Ada juga perburuan diskon di tanggal 2 Januari (hatsuri). Oleh karena itu, kebanyakan mahasiswa Jepang pulang meninggalkan asrama sehingga kosong. Asrama yang kosong kami jadikan tempat kami merayakan tahun baru, memanggang takoyaki dan masakan lainnya, sambil bermain gim ataupun permainan kartu.
Salju di Masa Ujian Akhir
Bayangkan Kamu punya ujian di pagi hari ketika salju tebal dan suhu dingin. Jengkel? Sebaliknya, saya sangat senang suasana musim dingin dan kehangatan yang dibawa oleh salju turun. Di musim dingin, saya bisa begadang hingga mengantuk (normalnya pukul 1 malam) dan tetap bangun sebelum matahari terbit (terbit bisa sampai pukul 7). Saya lebih produktif di musim dingin ketimbang di musim panas. Untuk ujian di musim dingin, kendala yang paling umum adalah transportasi. Tidak bisa naik sepeda karena licin, jadiny bus lebih dipadati orang-orang. Jalan kaki menjadi opsi yang lebih masuk akal, karena di bus pun kecil kemungkinan mendapat kursi untuk duduk. Walaupun begitu, cukup dengan mengantre lebih awal untuk bus kampus, masalah transportasi bisa teratasi. Ujian akhir semester cukup padat jadwalnya tetapi tidak masalah, karena waktu persiapan yang damai dan cukup panjang per malamnya.
Catatan: nanti akan dimutakhirkan dengan menambahkan foto-foto kenangan.
Post a Comment: