Rabu, 28 Februari 2018

Apa sih yang kalian pikirkan jika terlintas kata ‘kimia’? Bahan makanan, obat, atau bom? Haha. Sering sekali mendengar larangan “Jangan makan yang itu, ditambah bahan kimia”. Well, benar jika bahan kimia didefinisikan sebagai bahan sintetis, dan kimia sendiri memang sangat identik dengan sintesis, melibatkan terminologi “senyawa” dan “reaksi kimia”.
Chemistry: The branch of science concerned with the substances of which matter is composed, the investigation of their properties and reactions, and the use of such reactions to form new substances. (Oxford Dictionary)
Saya pribadi dulu tidak begitu tertarik dengan kimia. Terbayang jika sehari-hari berhadapan dengan larutan-larutan senyawa yang sangat mungkin berbahaya bagi tubuh. Begitulah sampai semuanya berubah saat saya masuk SMA/sederajat.

Ilmu kimia sendiri telah berkembang sejak zaman kuno di mana manusia sudah bisa membuat perunggu dan menempanya menjadi alat-alat yang berguna. Metode ini sekarang dikenal dengan istilah metalurgi. Lalu di zaman klasik, Aristoteles berteori bahwa semua benda terdiri atas unsur api, tanah, air, dan udara. Dan semua berubah saat negara api menyerang.

Teori ini dianut setidaknya sampai abad pertengahan dan renaissance, yaitu berkembangnya alkimia (yang bisa dibilang kembarannya kimia) yang luas dikenal sedang mengeksplorasi suatu katalis atau elixir bernama batu filosofer yang konon dapat mentransmutasikan logam menjadi emas, atau juga sebagai obat keabadian; dan memang ini akan masuk akal jika dan hanya jika teori Arisotetes benar. Di sisi lain, Demokritus menyebutkan bahwa penyusun segala hal adalah “atom”, yaitu materi terkecil yang tidak bisa dibagi lagi. Teruslah teori ini berkembang hingga zaman mekanika kuantum seperti sekarang ini.


Tak lupa menyebutkan bahwa metodologi ilmiah kimia pertama dikembangkan oleh alkimiawan Persia, Jabir ibnu Hayyan (Geber).


Di zaman modern ini, di Indonesia khusus, ilmu kimia mulai diajarkan secara terpisah di SMA/sederajat dan dikenalkan sedikit di SMP/sederajat. Saya sendiri tidak merasa belajar kimia waktu SMP, haha. Uniknya, masuk SMA saya begitu nyambungnya dengan kimia ini. Seru ternyata belajar atom dan bagaimana benda di dunia ini tersusun dengan sedemikian rupa. Ini mengantarkan saya menjadi anggota klub bidang studi kimia di sekolah dulu. Klub bidang studi ini berfokus pada olimpiade,khususnya Olimpiade Sains Nasional (OSN).


Dulunya saya ikut klub ini supaya bisa tamat belajar kimia dalam tahun pertama saja, tapi alhamdulillah juga berkesempatan ikut serta dalam OSN. Semakin luaslah pengetahuan saya mengenai kimia ini. Kuliah pun saya kembali mengambil si kimia ini.


Oh ya, di perkuliahan, kimia bisa dibagi ke beberapa disiplin ilmu ya seperti ini:
disiplin ilmu kimia dari laman web AMC Tohoku University
Lama-kelamaan akhirnya jadi bosan sih juga berada terus di kimia ini. Memang saya bukan tipikal orang yang langsung ingin sesuatu yang spesifik, semacam “nanti saya ingin fokus di biokimia” atau “saya suka warna, nanti mau masuk anorganik”. Awal kuliah masih saja ngawang-ngawang ingin kemana. Karena ini kuliah tahun pertama saya jadi kebanyakan. Biologi diambil lah, fisika juga.

Ada sih, yaitu ilmu material, tapi ilmu material itu sudah seperti kimia sendiri: luas.

Lama-kelamaan juga, saya sadar, apa yang sebenarnya saya sukai.

Saya mengenal kimia dimulai dari struktur atom dan ikatan kimia. Lalu teori apa yang bisa menjelaskan ini: Mekanika Kuantum. Dari sinilah mungkin saya menyimpulkan bahwa saya terlalu suka hal-hal yang fundamental. Hal-hal paling kecil yang membuat sesuatu bekerja dan berwujud seperti adanya. Satu lagi, yang menurut saya merupakan pondasi ilmu kimia itu sendiri: Fisika Statistik.

Fisika? Tidak aneh kan, kimia sendiri lahir sebagai buah pikiran dari ilmu fisika. Cerita sedikit: Jika ingin mengikuti teori big bang, big bang melahirkan fisika sebagai 'anak pertama', karena setelah big bang lah hukum fisika ini baru dapat berlaku (sampai sekarang tidak ada yang dapat menjelaskan apa yang ada sebelum big bang ini). Lalu selang beberapa waktu atom hidrogen muncul sebagai hasil nukleosintesis proton dan neutron. Inti-inti hidrogen ini nantinya akan berfusi di dalam sistem bintang dan menghasilkan unsur-unsur yang ada dalam tabel periodik sekarang ini. Nah di sinilah bisa dikatakan kimia lahir.

Tidak ada hubungannya sih dengan cerita tadi, tapi saya menyimpulkan bahwa kimia adalah buah pikiran ilmu fisika dengan pendekatan khusus, terutama pendekatan statistik, karena mengukur atom atau molekul terlalu sulit jika dihitung satu persatu wkwk. Statistik ini pastilah banyak celahnya, tapi kimia meminimalisir celah statistik tersebut dengan menghitung dalam skala mol atau skala bilangan Avogadro (NA = 6.02×1023) menjadikan distribusinya sangat tajam (hampir tidak ada deviasi).
Simulasi perhitungan fungsi distribusi menuju skala bilangan Avogadro (Gersh's Statistical Physics Lecture)
Perlu diingat juga, beberapa peletak dasar disiplin-disiplin dalam ilmu kimia juga adalah para matematikawan dan fisikawan, seperti Niels Bohr, Erwin Schrodinger, Ludwig Boltzmann, Marie Curie, dan banyak lagi; tapi sepertinya kimia fisik semua ya? Haha. Bagaimana lagi, kimia fisik bisa dikatakan 'alat hitung dasar' semua disiplin ilmu kimia, mau itu organik, anorganik, analitik, biokimia, akhirnya menggunakan kimia fisik dalam beberapa pendekatan.

Saat ini, saya sedang dalam semester di mana saya akan dimasukkan ke dalam keanggotaan suatu lab. Target saya adalah lab kimia permukaan (surface chemistry) di suatu institut ilmu material. Sejauh saya magang di sini, lab ini mengurusi hal-hal di bidang ilmu material, kimia fisik, dan bahkan fisika material; seperti logam, magnet, dan semikonduktor. Alasan saya masuk lab ini adalah karena nantinya saya ingin fokus di fisika material.

Lho kok jadi fisika? Well, sudah diceritakan tadi, sekat fisika-kimia dalam kasus saya begitu tipis. Toh pada akhirnya suatu bidang keilmuan nantinya akan bertemu di satu titik menjadi komprehensif, tidak bisa hanya belajar satu jenis saja. Saya merasa, mungkin akan mendapat lebih banyak teori yang saya butuhkan di jurusan fisika.

Kenapa tidak dari awal masuk? Wkwk, anggap saja masalah beasiswa.

Dari dulu sebenarnya saya sangat tertarik dengan superkonduktivitas. Tapi dulu sekali saya masih tidak punya ide apa sebenarnya yang memungkinkan superkonduktivitas ini ada. Perlahan-lahan dari beberapa materi kuliah (kuliah kimia lho) dan internet, saya ingin menguak superkonduktivitas ini. Sampai sekarang belum ada teori yang diklaim sebagai teori umum fenomena ini.

Doakan saja saya bisa menguak sedikit-banyak superkonduktivitas ini di masa mendatang.

Post a Comment:

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
|o|
:"(
;)
(Y)
:o
:p
:P

EXPERIRON

Jika hidup dapat diibaratkan sebagai kumpulan gelombang baik dan gelombang buruk, dapatkah kita mengukur pengalaman sebagai mode diskrit yang terbentuk akibat superposisi keduanya?