Antara Saya dan Kimia
Apa sih yang kalian pikirkan jika
terlintas kata ‘kimia’? Bahan makanan, obat, atau bom? Haha.
Sering sekali mendengar larangan “Jangan makan yang itu, ditambah
bahan kimia”. Well, benar jika bahan kimia didefinisikan sebagai
bahan sintetis, dan kimia sendiri memang sangat identik dengan
sintesis, melibatkan terminologi “senyawa” dan “reaksi kimia”.
Chemistry: The branch of science concerned with the substances of which matter is composed, the investigation of their properties and reactions, and the use of such reactions to form new substances. (Oxford Dictionary)
Saya pribadi dulu tidak begitu tertarik
dengan kimia. Terbayang jika sehari-hari berhadapan dengan
larutan-larutan senyawa yang sangat mungkin berbahaya bagi tubuh.
Begitulah sampai semuanya berubah saat saya masuk SMA/sederajat.
Ilmu kimia sendiri telah berkembang
sejak zaman kuno di mana manusia sudah bisa membuat perunggu dan
menempanya menjadi alat-alat yang berguna. Metode ini sekarang
dikenal dengan istilah metalurgi. Lalu di zaman klasik, Aristoteles
berteori bahwa semua benda terdiri atas unsur api, tanah, air, dan
udara. Dan semua berubah saat negara api menyerang.
Teori ini dianut setidaknya sampai abad
pertengahan dan renaissance, yaitu berkembangnya alkimia (yang bisa
dibilang kembarannya kimia) yang luas dikenal sedang mengeksplorasi
suatu katalis atau elixir bernama batu filosofer yang konon dapat
mentransmutasikan logam menjadi emas, atau juga sebagai obat
keabadian; dan memang ini akan masuk akal jika dan hanya jika teori
Arisotetes benar. Di sisi lain, Demokritus menyebutkan bahwa penyusun
segala hal adalah “atom”, yaitu materi terkecil yang tidak bisa
dibagi lagi. Teruslah teori ini berkembang hingga zaman mekanika
kuantum seperti sekarang ini.
Tak lupa menyebutkan bahwa metodologi
ilmiah kimia pertama dikembangkan oleh alkimiawan Persia, Jabir ibnu
Hayyan (Geber).
Di zaman modern ini, di Indonesia
khusus, ilmu kimia mulai diajarkan secara terpisah di SMA/sederajat
dan dikenalkan sedikit di SMP/sederajat. Saya sendiri tidak merasa
belajar kimia waktu SMP, haha. Uniknya, masuk SMA saya begitu
nyambungnya dengan kimia ini. Seru ternyata belajar atom dan
bagaimana benda di dunia ini tersusun dengan sedemikian rupa. Ini
mengantarkan saya menjadi anggota klub bidang studi kimia di sekolah
dulu. Klub bidang studi ini berfokus pada olimpiade,khususnya
Olimpiade Sains Nasional (OSN).
Dulunya saya ikut klub ini supaya bisa
tamat belajar kimia dalam tahun pertama saja, tapi alhamdulillah juga
berkesempatan ikut serta dalam OSN. Semakin luaslah pengetahuan saya
mengenai kimia ini. Kuliah pun saya kembali mengambil si kimia ini.
Oh ya, di perkuliahan, kimia bisa dibagi
ke beberapa disiplin ilmu ya seperti ini:
disiplin ilmu kimia dari laman web AMC Tohoku University |
Lama-kelamaan akhirnya jadi bosan sih
juga berada terus di kimia ini. Memang saya bukan tipikal orang yang
langsung ingin sesuatu yang spesifik, semacam “nanti saya ingin
fokus di biokimia” atau “saya suka warna, nanti mau masuk
anorganik”. Awal kuliah masih saja ngawang-ngawang ingin kemana.
Karena ini kuliah tahun pertama saya jadi kebanyakan. Biologi diambil
lah, fisika juga.
Ada sih, yaitu ilmu material, tapi ilmu
material itu sudah seperti kimia sendiri: luas.
Lama-kelamaan juga, saya sadar, apa yang
sebenarnya saya sukai.
Saya mengenal kimia dimulai dari
struktur atom dan ikatan kimia. Lalu teori apa yang bisa menjelaskan
ini: Mekanika Kuantum. Dari sinilah mungkin saya menyimpulkan bahwa
saya terlalu suka hal-hal yang fundamental. Hal-hal paling kecil yang
membuat sesuatu bekerja dan berwujud seperti adanya. Satu lagi, yang
menurut saya merupakan pondasi ilmu kimia itu sendiri: Fisika
Statistik.
Fisika? Tidak aneh kan, kimia sendiri
lahir sebagai buah pikiran dari ilmu fisika. Cerita sedikit: Jika
ingin mengikuti teori big bang, big bang melahirkan fisika sebagai
'anak pertama', karena setelah big bang lah hukum fisika ini baru
dapat berlaku (sampai sekarang tidak ada yang dapat menjelaskan apa
yang ada sebelum big bang ini). Lalu selang beberapa waktu atom
hidrogen muncul sebagai hasil nukleosintesis proton dan neutron.
Inti-inti hidrogen ini nantinya akan berfusi di dalam sistem bintang
dan menghasilkan unsur-unsur yang ada dalam tabel periodik sekarang
ini. Nah di sinilah bisa dikatakan kimia lahir.
Tidak ada hubungannya sih dengan cerita
tadi, tapi saya menyimpulkan bahwa kimia adalah buah pikiran ilmu
fisika dengan pendekatan khusus, terutama pendekatan statistik,
karena mengukur atom atau molekul terlalu sulit jika dihitung satu
persatu wkwk. Statistik ini pastilah banyak celahnya, tapi kimia
meminimalisir celah statistik tersebut dengan menghitung dalam skala
mol atau skala bilangan Avogadro (NA = 6.02×1023) menjadikan
distribusinya sangat tajam (hampir tidak ada deviasi).
Simulasi perhitungan fungsi distribusi menuju skala bilangan Avogadro (Gersh's Statistical Physics Lecture) |
Perlu diingat juga, beberapa peletak
dasar disiplin-disiplin dalam ilmu kimia juga adalah para
matematikawan dan fisikawan, seperti Niels Bohr, Erwin Schrodinger,
Ludwig Boltzmann, Marie Curie, dan banyak lagi; tapi sepertinya kimia
fisik semua ya? Haha. Bagaimana lagi, kimia fisik bisa dikatakan
'alat hitung dasar' semua disiplin ilmu kimia, mau itu organik,
anorganik, analitik, biokimia, akhirnya menggunakan kimia fisik dalam
beberapa pendekatan.
Saat ini, saya sedang dalam semester di
mana saya akan dimasukkan ke dalam keanggotaan suatu lab. Target saya
adalah lab kimia permukaan (surface chemistry) di suatu institut ilmu
material. Sejauh saya magang di sini, lab ini mengurusi hal-hal di
bidang ilmu material, kimia fisik, dan bahkan fisika material;
seperti logam, magnet, dan semikonduktor. Alasan saya masuk lab ini
adalah karena nantinya saya ingin fokus di fisika material.
Lho kok jadi fisika? Well, sudah
diceritakan tadi, sekat fisika-kimia dalam kasus saya begitu tipis.
Toh pada akhirnya suatu bidang keilmuan nantinya akan bertemu di satu
titik menjadi komprehensif, tidak bisa hanya belajar satu jenis saja.
Saya merasa, mungkin akan mendapat lebih banyak teori yang saya
butuhkan di jurusan fisika.
Kenapa tidak dari awal masuk? Wkwk,
anggap saja masalah beasiswa.
Dari dulu sebenarnya saya sangat
tertarik dengan superkonduktivitas. Tapi dulu sekali saya masih tidak
punya ide apa sebenarnya yang memungkinkan superkonduktivitas ini
ada. Perlahan-lahan dari beberapa materi kuliah (kuliah kimia lho)
dan internet, saya ingin menguak superkonduktivitas ini. Sampai
sekarang belum ada teori yang diklaim sebagai teori umum fenomena
ini.
Doakan saja saya bisa menguak
sedikit-banyak superkonduktivitas ini di masa mendatang.
Post a Comment: