Minggu, 16 Februari 2020


Salam!
Tidak seperti di Indonesia, di Jepang yang notabene negara minoritas muslim sulit sekali mendapatkan makanan yang muslim-friendly. Mulai dari daging yang tidak disembelih secara Islam, hingga diversitas friendliness dari bahan-bahan turunan yang tidak selalu diketahui asalnya; apakah dari tumbuhan atau dari hewan. Melihat perilaku teman-teman orang Indonesia di Sendai, ada satu bahan yang paling sering dipermasalahkan: Nyukazai.

Nyukazai dan Seberapa Jauh Kemampuan Manusia.

Nyukazai (bahasa Jepang: 乳化剤) berarti zat tambahan pengemulsi susu atau pengemulsi secara umum. Sesuai namanya, nyukazai digunakan untuk membuat emulsi dari dua fasa cair yang tidak dapat bersatu secara alami, misalnya air dan lemak. Nyukazai ini tentunya begitu luas digunakan di berbagai roti, kue, krim, dan makanan-minuman yang terbuat dari produk susu/dairy. Yang sering diperdebatkan adalah asalnya, karena nyukazai bisa diturunkan dari bahan tumbuhan maupun hewan.





Nyukazai yang diturunkan dari tumbuhan biasanya dilabeli seperti ini:
  • 乳化剤(大豆由来): "pengemulsi (berasal dari kedelai)"
  • 乳化剤(大豆を含む): "pengemulsi (mengandung bahan kedelai)"
Catatan: "berasal" berarti bahan bakunya, sementara "mengandung" berarti hanya salah satu komponennya.

Selain kedelai, salah satu perusahaan di bidang makanan di Jepang mengklaim memproduksi nyukazai dari bahan sawit dan banyak juga perusahaan yang membeli nyukazai sawit ini untuk digunakan dalam produk makanan mereka. Sayangnya, tidak seperti kedelai, sawit dari nyukazai ini tidak pernah/jarang sekali ditulis secara spesifik.

Karena tidak adanya bahan spesifik dari nyukazai, kita harus berhati-hati dalam memilih produk. Kedelai mungkin menjadi satu-satunya label yang selalu ditulis karena alasan alergi. Nah, saya sendiri biasanya selalu mengecek kandungan alergen apa yang ada dalam suatu produk. Paling aman adalah mengecek kandungan 27-ALLERGEN. (Sudah termasuk pemeriksaan bahan daging-daging di dalamnya) Saya yakin, alergen yang tidak dicantumkan adalah materi yang tidak dapat terdeteksi lagi. Sebab, respons alergi itu rata-rata berbahaya. Materi yang tidak terdeteksi ini saya pikir sudah diluar kontrol kita.  Selain konsentrasinya yang sangat kecil, terlebih lagi, melalui proses kimiawi yang rumit mungkin saja bahan hewan tadi sudah berubah menjadi sesuatu yang berbeda di luar kontrol produksi. In sama halnya dengan minuman alkoholik yang berubah menjadi cuka. (Saya keliru mengenai batas hukum suatu materi di tulisan sebelumnya, ternyata perubahan/reaksi kimia saja sudah cukup! Sumber lengkap: Istihalah dan Istihlak)

Untuk lebih yakin terhadap asal dari sebuah bahan turunan, kami biasanya akan meminta tolong kepada teman/senior yang fasih berbahasa Jepang untuk menelepon produsen makanan untuk menanyakan dari apakah nyukazai, shortening, atau lemak berasal. Setelah dikonfirmasi bahwa semua bahan berasal dari tumbuhan, produk tersebut “aman”. Menurut saya, langkah ini sudah menjadi langkah yang terbaik dalam berhati-hati memilih makanan.

Sayangnya, perdebatan akan nyukazai ini sering diteruskan (bahkan setelah confimation call) dan membuat “hukum halal-haram seolah terasa sulit”. Bukankah Islam itu mudah? Bukankah kita tidak dihukum atas ketidaktahuan dan ketidakmampuan kita?

Saya ingat perkataan senior saya: 
Kalau semuanya dicek, bisa jadi tidak ada lagi makanan yang bisa dimakan.
Saya berkontemplasi. Seandainya materi yang haram selalu haram, saya yakin pada makanan yang kita makan akan selalu terkandung sekian persen yang kita tidak tahu berasal dari yang haram. Jarang sekali pabrik makanan di Jepang khusus hanya memproduksi yang “aman” dari bahan hewan. Kontaminasi bisa berasal dari mana saja. Lantas bolehkah dengan alasan ini kita tidak mempercayai perusahaan yang mengatakan “produk ini aman dari bahan hewani”, atau bahkan orang yang telah dimintai tolong untuk menelepon? Padahal kita sendiri jauh lebih banyak keterbatasannya dibanding dua yang bersangkutan.

Saya selalu mengapresiasi orang-orang yang justru mencari-cari “produk apalagi yang bisa dikonsumsi muslim di Jepang”, bukan yang mencari-cari “produk manalagi yang tidak bisa dikonsumsi”. Karena pada asalnya, semua hal selain ibadah adalah halal . Saya juga mengapresiasi ketelitian orang Jepang terhadap memperhatikan bahan makanan. Misalnya, di toko yang berlabel halal justru semua makanan yang hendak dilabeli dipisahkan seluruhnya dari yang tidak akan dilabeli. Apakah orang Jepang mengerti Islam dan makanan halal? Tidak banyak. Namun, mereka berusaha menyediakan makanan bagi muslim yang datang ke kekaisaran mereka.

Jadi, apa yang harus dilakukan jika kamu menemukan nyukazai dalam komposisi produk makanan?
  1. Cek apakah dari tumbuhan.
  2. Cek daftar alergennya. (27-ALLERGEN sudah sangat komplit, kurang dari itu kembali kepada diri sendiri)
  3. Telepon perusahannya dan dapatkan alasan mengapa produk ini boleh dan mengapa tidak.
  4. Take it or leave it; dan tidak mudah menghakimi orang terutama saat sedang dimakan atau saat sudah dibeli sehingga menjadi mubazir. Jika ingin memberi saran, gunakan waktu saat berbelanja saja. Lebih baik lagi jika Kamu bisa membacakan komposisi makanannya yang tertulis dalam kanji.
Islam itu mudah dan kemampuan seseorang sangat terbatas. 
Lantas, kenapa Kamu harus mempersulit?
---

27-ALLERGEN

Daftar alergi di Jepang (dari Savvy Tokyo)



Post a Comment:

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
|o|
:"(
;)
(Y)
:o
:p
:P

EXPERIRON

Jika hidup dapat diibaratkan sebagai kumpulan gelombang baik dan gelombang buruk, dapatkah kita mengukur pengalaman sebagai mode diskrit yang terbentuk akibat superposisi keduanya?